IslamLib – Meski dari sudut sejarah tak ada tanggal paling pasti tentang kelahiran Yesus, namun perayaan Natal per 25 Desember sudah menjadi tradisi Kristen berabad-abad. Makna perayaan hari besar suatu agama tidak mesti bertempat pada akurasi hitungan hari dan tanggal, tapi bagaimana merevitalisasi makna-makna di balik perayaannya. Demikian perbincangan Novriantoni dari Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan Dr. Ioanes Rakhmat, pengajar Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Kamis (21/12) lalu.
Pak Ioanes, bisa diceritakan asal muasal sejarah Natal?
Ada tiga pandangan atau teori yang berkembang dalam penelitian sejarah asal usul Natal yang bertanggal 25 Desember itu. Yang pertama adalah teori kalkulasi. Teori ini bertolak dari tanggal kematian Yesus yang di dalam kalender Yahudi jatuh pada tanggal 14 Nisan atau setara dengan 25 Maret.
Bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan banyak kebudayaan dunia, jika orang-orang besar terlahir, mereka akan dipandang sudah menggenapkan dalam angka yang bulat berapa tahun umurnya ketika ia mati.
Nah begitu juga dengan Yesus. Kalau ia dianggap wafat dalam peristiwa penyaliban tanggal 25 Maret, maka 25 Maret itu juga diambil sebagai saat ketika ia dikonsepsi/dibenihkan di dalam rahim ibunya, Maria atau Maryam.
Dari situ kita bisa menghitung tanggal 25 Maret sebagai hari konsepsi Yesus dalam kandungan Maria. Dengan ditambahkan masa 9 bulan dalam kandungan, maka tanggal lahirnya akan terhitung jatuh pada 25 Desember. Itulah yang dijadikan hari lahirnya Yesus Kristus.
Itu teori pertama yang dianut di Gereja-gereja Barat. Pada masa itu, Gereja itu terbagi dalam dua bagian luas, Gereja Barat dengan pusatnya di Roma, dan Gereja Timur. Nah, Gereja Barat mengambil tanggal 25 maret sebagai hari wafatnya, dan 25 Desember sebagai hari lahirnya Yesus.
Terori kedua adalah teori yang dianut di Gereja bagian timur. Mereka berpendapat, kematian Yesus bukan tanggal 25 Maret, tapi menurut penghitungan mereka jatuh pada tanggal 6 April.
Tanggal 6 April inilah yang ditetapkan sebagai hari konsepsi Yesus di dalam rahim Maria, atau saat-saat terjadinya pembuahan Yesus. Dengan penggenapan masa 9 bulan di dalam kandungan, kelahirannya dihitung akan jatuh pada tanggal 6 Januari. Karena itu, Gereja-gereja Timur merayakan Natal pada 6 Januari.
Sementara teori ketiga adalah teori yang mengambil perspektif dari sejarah agama-agama. Teori ini intinya mengatakan bahwa setiap pandangan, praktik, atau kultus agama, akan mengadopsi praktik-praktik agama lain yang sudah ada sebelumnya.
Dengan teori ini, persoalan natal Yesus dikaitkan dengan kultus pemujaan matahari sebagai Allah yang dulunya berlangsung di lingkungan Kekaisaran Romawi.
Tradisi itulah yang lalu dianggap sebagai waktu kelahiran Yesus. Pada masa Kekaisaran Romawi sekitar abad III dan IV, sudah ada kultus yang bernamaNatalis Sol Invicti. Natalis bermakna “kelahiran”; sol berarti matahari”; daninvicti berarti “tidak terkalahkan”.
Jadi pada tanggal 25 Desember itu, di kawasan Eropa Utara terjadi apa yang disebut winter solstice. Pada saat itu, dan di sekitar tanggal 25 Desember itu, matahari terasa begitu panjang menguasai siang, sehingga hari itu dikatakan sebagai hari kemenangan matahari yang tak terkalahkan.
Nah, tradisi itu penting sebagai ideologi religi dan politik Kekaisaran Romawi masa itu. Ketika itu, matahari dianggap sebagai pusat dan dikelilingi oleh planet-planet lain, atau yang biasa dikenal dengan istilah solar system.
Ini berarti, matahari menempati posisi sentral yang menjadi pusat edar benda-benda langit lainnya. Konsepsi itulah yang dikait-kaitkan dengan kekuasaan para kaisar masa itu yang tidak terbatas.
Saya kira, di lingkungan Islam, yang akan dipersoalkan tentulah teori yang ketiga. Yaitu, anggapan bahwa Natal merupakan kepanjangan dari tradisi pagan Romawi. Bisa dijelaskan lebih lanjut?
Ya. Saya kira, fakta bahwa Natal jatuh pada 25 Desember, memang diambil-alih dari kebudayaan kafir/pagan pada masa Kekaisaran Romawi. Itu memang betul.
Tadi saya sudah katakan, perayaan 25 Desember itu telah dijadikan sebagai festival kemenangan matahari yang tak terkalahkan, atau hari lahirnya Sol Invictus. Perayaan itu diadakan dalam rangka memayungi Kekaisaran Romawi yang begitu banyak mengandung kultus-kultus keagamaan.
25 Desember juga pertamanya dijadikan hari Natal atau hari lahirnya matahari yang tak terkalahkan dalam konteks pemujaan matahari sebagai Allah ketika itu. Peran matahari itu kemudian dijadikan simbol bagi peran atau kedudukan kaisar.
Yang pertama melakukan itu adalah Kaisar Septemius Xiverus yang meninggal tahun 211. Ketika itu, dia menganggap sebagai personifikasi atau penjelmaan dari matahari yang tak terkalahkan. Itulah yang disebutnya invicto imperatori.
Kaisar menjadi tak terkalahkan, dan kalau matahari itu dianggap Allah, kaisar sendiri menjadi Allah. Implikasinya, kalau Allah sudah ada di dalam diri kaisar, dialah yang akan menjadi pusat dari seluruh kehidupan di Kekaisaran Romawi.
Nah, ini adalah kultus pagan yang ketika gereja diambil-alih menjadi agama negara Romawi, tanggal 25 Desember yang dari kultus sol invictus itu dijadikan pula sebagai hari natal Yesus Kristus. Jadi betul kalau itu diambil-alih dari ritus pemujaan keilahian matahari dari kultus pagan di Kekaisaran Romawi.