IslamLib – Sudah lama sebagian orang Dusun Tegalega murka. Kesabaran mereka kini tlah sampai ke ubun-ubun. Sekali lagi mereka tengok Gus Audi berulah, mereka berniat akan membabatnya tanpa ampun. Terlebih tatkala Gus Audi tak hanya memporak-porandakan tanaman, ternak, kolam, pemandian, harta benda, bahkan segala hal yang berharga bagi warga Dusun Tegalega.
Kini dia mulai menodai anak gadis manapun yang dia suka atau tak suka.
Yang terakhir adalah anak gadis Abidin, petani miskin yang ditinggal mati sang istri. Walau hidup sengsara, dia sayang betul akan anak gadisnya. Semua yang dia kerjakan adalah untuk Mina yang selalu ada di benaknya.
Namun gadis itu kini yang justru direnggut Gus Audi. Kehormatan dan kebanggaan Abidin. Saat Mina mandi di kali menjelang maghrib, tiba-tiba dia dicegat dan diseret ke semak-semak di dekat persawahan. Terjadilah apa yang terjadi. Konon bukan karena pelaku suka, tapi karena dia mau dan mampu saja.
Ada dua saksi mata yang tahu itu ulah siapa, tapi mereka tak berani membuka mulut. Pak Abidin hanya bisa mengurut dada, Mina—begitulah gadis kesayangannya itu dipanggil—kini dicemooh orang sedusun karena mengandung anak yang tak berbapak. Yang paling menyesakkan dada Abidin adalah tudingan miring bahwa dialah sesungguhnya bapak dari anak yang dikandung Mina.
Lain Abidin lain pula nasib Muhlisin. Tiga ekor kambing yang sudah setahun dia sayang-sayang untuk dijual di musim kurban, raib entah ke mana. Kejadiannya hampir Maghrib juga.
Saat tiga kambing yang mulai gemuk itu ingin pulang ke peraduannya, mereka dicegat sekelompok orang bermobil pikap. Pemuda-pemuda yang menyaksikan kejadian itu tahu siapa yang sedang iseng beraksi, tapi mereka tak berani bernyanyi.
Abidin dan Mukhlisin orang miskin tak berpunya. Mereka tentu tiada daya upaya untuk mengangkat kasus ini ke majlis Dusun Tegalega. Jangankan membicarakan hal-hal yang berat, untuk minta tanda tangan Ketua RT pun mereka tak punya keberanian. Tapi kini yang sedang terkena getah adalah Pak Nahid. Dia penjual emas yang cukup berpunya di dusun itu.
Setelah maghrib pekan lalu, tokonya dicongkel sekelompok pemuda. Separuh isinya raib. Satpam yang menjaga toko emas “Berlian” itu kini dipecat, bahkan dituduh berkomplot dengan para penjarah.
Satpam itu sebetulnya tahu siapa yang beraksi, tapi bunuh diri baginya bila membuka identitas pelaku. Dia paham betul, si pelaku mahakuasa untuk mencelakakan hidupnya kapan saja. Baiklah dia mendekam satu-dua bulan di penjara, toh dia takkan mati kelaparan.
Tapi Pak Nahid bukan orang sembarangan. Sedikit banyak dia makan bangku sekolah, dan pandai pula berkawan. Dia mulai menggalang beberapa orang yang senasib dengannya. Pak Abidin dan Mukhlisin memang masuk hitungan, tapi pasti tak akan berani berbunyi di ruang pertemuan.
Setelah menggalang sepuluh orang, Pak Nahid bertolak ke rumah Pak RT. Azamnya kuat, kebejatan-kebejatan yang kini melanda Dusun Tegalega harus berakhir. Titik.
Namun di forum, dia kalah berdalih dengan Pak RT dan para perangkatnya. Kawan-kawannya, pun kehilangan kemampuan bersilat lidah. Abidin dan Mukhlisin sudah pasti diam seribu bahasa. Pertama, tak ada saksi yang berani mengatakan bahwa semua kebejatan yang sedang melanda Dusun Tegalega adalah akibat ulah Gus Audi.
Kedua, kalaupun itu dilakukan Gus Audi, mayoritas warga dusun juga begitu saja memaklumi, bahkan forum membelanya dengan berbagai hujah. Ketiga, walau mereka tahu bejatnya Gus Audi selama ini, mereka juga paham betul bahwa Kyai Salman—bapak Gus Audi—adalah tokoh yang paling disegani. Tak hanya di level dusun Tegalega, tapi juga melampuai dusun itu ke Barat-Timur-Selatan-Utara.
Jadi pertemuan tidak menghasilkan apa-apa, bahkan Pak RT menutupnya dengan berbagai petuah agar warganya lebih tabah, selalu menjauhkan diri dari prasangka, lebih berlapang-dada, sering-sering berserah diri kepada Allah. Anak gadis harus lebih kalian batasi, kambing harus kalian asuh dengan seksama, keamanan toko bukan hanya urusan satpam tapi mesti dijaga dengan lebih banyak lagi doa.
Malam itu Pak Nahid dan kawan-kawan hanya mampu mengurut dada yang membuncah amarah namun tak sampai pecah. Kini mereka lebih tahu bahwasannya kebejatan dan ankara murka sudah begitu menggurita, mereka perlu lebih pandai-pandai bersiasat.
Malam itu juga, Pak RT dan aparat dusun disambut dengan ucapan selamat di rumah Kyai Salman, berkat kemampuan mereka menjaga marwah keluarga tokoh sakral yang telah berurat berakar bertuah itu. Sambil memakan hidangan telat malam, Kyai Salman pun berkeluh kesah tentang kelakuan Audi. Dia ceritakan ulah terbaru lagi.
Malam lalu dia barusan merenggut nyawa beberapa orang di tengah pasar akibat kebut-kebutan dengan beberapa kawan seperkongkowan, dengan motor barunya. Gus Audi memang sedikit terluka, tapi tiga orang mati dan tujuh lainnya kini sedang terbaring dengan luka ringan dan parah.
Urusan Gus Audi kini tak lagi di tangan polisi berkat kuatnya aura Kyai Salman. Namun sejak malam itu, Kyai Salman sudah berkeputusan: Audi harus diberangkatkan ke Saudi. Dia akan mengirimnya pertama-tama untuk menjalankan haji kecil atau umrah sembari mencari jalan untuk menempuh pendidikan di tanah suci.
Yang belum diketahui Kyai Salman hanya satu perkara: apakah keputusannya itu akan membuat Audi dapat memperbaiki diri, atau justu belajar lebih banyak lagi tentang kebejatan dengan sejagat permakluman.
Kyai bertuah itu tahu pasti, pada diri Audi bersemayam potensi raja diraja yang tak ingin dipersalah, dan sampai kini warga Tegalega masih ada dalam genggamannya.
Jakarta, 25 September 2015