Keesokan sore, kor bersiap tampil. Daniel berjalan kaki keliling Vienna, meluapkan gejolak di dada yang membuncah oleh cinta. Itu tak bagus. Ketika waktu tampil segera tiba, Daniel masih berada jauh dari gedung pertunjukan. Dia percepat langkah. Napasnya mulai tersendat, wajahnya memucat.
Di panggung, kor menantikan kehadiran sang pemimpin.Mereka berdiri di bawah siraman tatap-mata penonton yang tercengang karena 3 menit sudah berlalu tapi konduktor belum juga muncul.
Seorang anggota bergumam dalam nada panjang. Rekan di sebelahnya menimpali. Demikian berturut-turut hingga semua anggota berpadu dalam gumam panjang yang sesekali meliuk.
Tak cuma itu. Barisan penonton, yang sebagian besar adalah peserta lomba yang sedang menunggu giliran-tampil, ikut menimpal, satu demi satu, sebagian demi sebagian. Seisi gedung akhirnya mengumandangkan vibrasi masing-masing, membentuk harmoni baru, entitas baru, berkelanjutan.
Sekarang Daniel tiba di gedung dan harus naik ke lantai empat. Dengan sekuat tenaga dia jejaki anak-tangga demi anak-tangga. Pada lantai ke sekian, serangan jantung kedua menghantamnya. Daniel limbung, terguling, dan kepalanya terantuk keras ke benjolan di lengan tangga. Seketika pendarahan terjadi, deras. Daniel terkapar.
***
Kay Pollack, sang sutradara, dalam wawancara televisi menyambut pemutaran As It Is In Heaven, berkata bahwa seluruh menit dalam film tersebut bertumpu pada dialog yang diucap Inger: gud förlåter inte eftersom han aldrig har fördömt; Tuhan tidak mengampuni karena dia tidak pernah mengutuk.
Itu bukan etika baru, dua ribu tahun lalu pernah diucap anak muda Galilea bernamaYesus. Pemuda itu kerap berkata: dosamu telah diampuni. Para pemuka agama Yahudi meradang: siapa kamu sehingga berkuasa mengampuni dosa manusia?
Yesus menjawab,“mana yang lebih mudah bagimu: mengatakan dosa orang ini telah diampuni atau berkata bahwa penyakitnya telah disembuhkan?”
Gereja kemudian mengartikan ucapan Yesus sebagai kesediaan Allah mengampuni.
Jika tafsir menyeluruh kita lakukan, segera tertemukan bahwa apa yang dimaksud Yesus sebetulnya adalah ajakan kepada manusia untuk membebaskan orang-orang di sekitar mereka dari perasaan bersalah dan selanjutnya masuk ke dalam kegirangan hidup abadi, sukacita yang tak berkesudahan.
Yesus mengulanginya dalam doa Bapa Kami: “ampunilah kesalahan kami seperti kami sudah mengampuni orang yang bersalah kepada kami.“ Kebebasan kita dari semua kesalahan ternyata bergantung kepada kesediaan kita membebaskan orang lain dari perasaan bersalahnya terhadap kita.
Gereja Lutheran dan Katolik menggunakan istilah ‘dosa’ sehingga frasa panjang tersebut berbunyi: ampunilah dosa kami seperti kami telah mengampuni orang yang berdosa kepada kami. Gereja-gereja presbiterian menggunakan terma ‘kesalahan’, bukan dosa; itu sekaligus berarti bahwa kesalahan maupun dosa adalah perkara yang hanya terdapat dalam relasi antar manusia, bukan dalam relasi Tuhan dengan manusia.
Olehnya, benarlah apa yang dikatakan Inger: Tuhan tidak mengampuni karena dia tidak pernah fördömt, verdammt, verdomd, condemned, condenado, mengutuk.
Dengan kata lain, Tuhan tidak perlu mengampunimu karena dia tak pernah murka padamu. Gampangnya, Tuhan tidak mengampuni karena kita tak pernah bersalah padanya.
As It is In Heaven dinonimasikan pada semua kategori penghargaan dalam festival film di Swedia namun gagal meraih satupun di antaranya. Film ini diputar selama 103 pekan berturut-turut di The Hayden Orpheum di Cremorne, Australia.
Sementara Amerika Serikat hanya menyediakan satu bioskop dengan masa putar selama 5 pekan. Itu memungkinkan film ini dinominasikan untuk film terbaik berbahasa asing di ajang Academy Award 2008 walau tak juga mendapat penghargaan.
Di lain pihak, rating site paling sadis di internet, RottenTomatoes, memberi mereka apresiasi 83% dari 100%. Lalu New Zealand, Berlin, dan Amsterdam menyambut film ini dengan masa putar lebih dari 50 pekan di seluruh bioskop.
Tak dimungkiri, perjalanan hidup Daniel bergerak paralel dengan perjalanan hidup Yesus. Daniel diasuh orangtua tunggal, ibunya, keluar dari desa untuk pindah ke kota dan kembali lagi ketika sudah dewasa. Di sana dia jumpa sekumpul pecundang yang tak berpengetahuan dan terpenjara.
Beberapa perempuan dalam kor mengingatkan kita pada Salome, Yohana, dan Maria Magdalena. Lalu Arne yang berangasan, sok tahu, berupaya selalu tampil sebagai pemimpin, mengingatkan kita akan Petrus. Dan pastor Stig beri kita ruang untuk mengintip sejenak moralitas para pemuka agama Yahudi di masa hidup Yesus.
Adegan Daniel dan kor memasuki Viena, ibukota musik dunia, bolehlah kita sandingkan dengan kisah rombongan Yesus memasuki Yerusalem pada minggu palmarum.
Satu soal mengganjal: kalau Yesus mati di kayu salib, lantas mengapa Daniel mati karena menghabiskan malam terakhir bersetubuh dengan Lena?
Sepanjang hidup, Yesus mengajak orang-orang yang disentuhnya menemukan diri, menyangkal hal semu yang melapisi, dan hidup sebagaimana jati diri yang unik dalam diri masing-masing. Hanya dengan itu setiap orang bisa mengalami sorga dan mukim di dalamnya.
Sialnya, beberapa kalangan dalam Kristen malah mengajak orang-orang mengingkarinya. Mereka cuma hirau akan kepantasan berbusana, hidup suci, sembahyang 7 waktu, membangkitkan kembali konsep halal dan haram dalam soal makanan, mengajak umat berdoa semalam suntuk, menyematkan label ‘penghuni neraka’ kepada mereka yang tidak seiman, dan tenggelam dalam ritual harian keagamaan sembari berucap syalom, GBU, JLU dan Halleluya.
As It Is In Heaven adalah film tentang Yesus tapi sama sekali bukan tentang agama Kristen. Film ini jauh melampaui agama itu.
***
Lamat-lamat terdengar vibrasi dari lantai lomba. Dengan wajah bersimbah darah Daniel tahu, saatnya sudah tiba. Dia sadar, persetubuhan tadi malam dengan Lena yang mengakibatkan serangan jantung ini.
Tapi dia telah memilih untuk mengalami cinta. Tak ada yang lebih menggetarkan daripada itu semua. Bahkan kematian yang sebentar lagi menjelang masih terlalu murah untuk membayar kemenakjubannya.
Dari vibrasi yang masih sempat didengarnya, Daniel percaya ada ratusan hati sudah terbuka. Dan merekalah yang akan membuka milyaran hati lainnya.
Det finns ingen död, kata Lena sewaktu mengajak Daniel bercinta.
Daniel gemetar dan mundur.
Det finns ingen död. Kematian itu tak ada.