IslamLib – Gairah penelitian dan pengkajian tentang ulama Nusantara dan karya-karyanya, belakangan kian marak. Kegiatan paling mutakhir adalah mega proyek “Ekspedisi Islam Nusantara” oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tahun 2016 dari Jawa (Cirebon, Demak, Lamongan, Tasikmalaya, Jakarta), Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga ke Papua (April-Juni 2016).
Ekspedisi semacam itu mengingatkan kita pada perjalanan panjang ratusan abad yang lalu, seperti Marcopolo, Ibnu Batutah, Cheng Hoo, dan Tomi Pires. Berbagai temuan menarik dapat dibaca dari hasil ekspedisi tersebut, termasuk ekspedisi PBNU belum lama ini (Bisa dilihat di NU Online, Ekspedisi Islam Nusantara, 67 laporan pertanggal 14/06/2016).
Ekspedisi demikian, nampaknya sebagai “lampiran” atau pembuktian bahwa Islam Nusantara itu bukan sekadar wacana, yang sempat riuh rendah jelang dan pasca Muktamar NU ke-33 tahun 2015 di Jombang, tetapi masih ada peninggalan historisnya.
Sebelum ekspedisi di atas, bukti-bukti tentang adanya “Islam Nusantara”, sekurangnya dapat dibaca melalui naskah-naskah kuno yang sudah ditulis dalam katalognya setiap daerah, antara lain Edi S. Ekadjati dan Undang A Darsa (1999), Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5A, Jawa Barat: Koleksi Lima Lembaga, Achadiati (2001), Katalog Buton Koleksi Abdul Mulku Azhari, dan Oman Fathurahman (2010), Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee Aceh Besar.
Berangkat dari katalog-katalog semacam itu, para pengkaji Islam Nusantara dapat memulai penelitiannya, baik kajian teksnya maupun lainnya.
Adanya sebuah teks tidak terlepas dari tiga hal; pengarang (penulis, penyalin), pembaca, dan realitas (konteks). Pengarang juga ketika menuliskan suatu karyanya tidak terpisah dari latar belakang dan pengalaman dirinya serta realitas yang dihadapinya.
Pengalaman dan latar belakang ini menjadi hal penting lainnya dari seorang penulis. Termasuk dalam penggunaan bahasa dan aksara seorang penulis juga ditentukan “dari mana dan sedang di mana” saat karya itu ditulis. Naskah kuno yang ditulis dengan tulisan tangan (manuscript) lebih mudah diidentifikasi teks dan konteksnya, antara lain karena hal-hal tersebut.
Bagitu pula dapat diketahui identitasnya, apakah suatu naskah kuno itu ditulis sendiri oleh sang pengarang, dituliskan orang lain, atau salinan dari naskah asalnya? Hal serupa, ketika naskah kuno itu sudah menjadi terbitan, maka suatu karya itu ditentukan pula oleh siapa/apa penerbitnya dan bagaimana tradisi penerbit sendiri. Artinya, karya seorang penulis, acapkali harus melampaui otoritas yang ada di luar dirinya.
Sebagian naskah-naskah kuno di atas juga sudah ada yang dikaji, baik untuk penelitian formal dalam tugas akhir (disertasi, tesis, skripsi), riset filologis, historis, pemikiran Islam, atau hanya diungkap sekilas saja melalui deskripsi katalogus. Selain itu juga, terdapat buku-buku tentang ulama Nusantara, baik kiprah, maupun karya-karyanya sudah beredar di tengah masyarakat dengan keragaman gagasan dan penjelasan singkat arti penting setiap tokohnya.
Buku-buku itu tidak hanya dalam bahasa Indonesia, tapi juga bahasa asing, seperti bahasa Arab, Inggeris, dan Melayu (Malaysia). Lembaga penerbit juga beragam, mulai dari pemerintah, maupun swasta, dari penerbit terkenal hingga penerbit yang biasa saja.
Di antara karya-karya yang dimaksud adalah Hj. W. Mohd. Shaghir Abdullah (1991), Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara; D.A. Rinkes (1996), Nine Saints of Java[2]; Mastuki Hs dan M, Ishom El-Saha [edit.] (2003), Intelektualisme Pesantren: Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren; Hj. Wan Mohd. Shaghir Abdullah (2004), Wawasan Pemikiran Islam Ulama Asia Tenggara; KH. Aziz Masyhuri (2008, II), 99 Kiai Kharismatik Indonesia: Biografi, Perjuangan, Ajaran, dan Doa-doa Ulama yang Diwariskan; Nicolas Hee (2008), A Concise Handlist of Jawi Authors and Their Works; Mahmud Sa’id Mamduh (2012), Imta’ Uli an-Nazhar bi Ba’dli A’yan al-Qarn ar-Rabi’ ‘Asyar (Tasynif al-Asma bi Syuyukh al-Ijazah wa as-Sama’[3]; Amirul Ulum (2015), Ulama-Ulama Aswaja Nusantara yang Berpengaruh di Negeri Hijaz.
Namun, dari semua buku tentang ulama Nusantara (Asia Tenggara) tersebut, masih ada juga buku tentang naskah-naskah kuno dalam berbagai teks dan bahasa, antara lain R.M. Ng. Poerbatjaraka, P. Voorhoeve, dan C. Hooykaas (1950), Indonesische Handschriften; Th. Pigeaud (1967), Literature of Java; dan V.I. Braginsky (1998, terj.), Yang Indah, Berfaedah dan Kamal (Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-19).
Dalam tulisan pendek ini, saya akan menelaah secara umum atau telaah awal tentang karakteristik teks ulama Nusantara sejak abad ke-15 sebelum kedatangan kolonial, hingga abad ke-21, yang akan memuat era kolonial, pasca kolonial, dan pasca reformasi di Indonesia. Khusus pasca reformasi ini, sejalan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat dari setiap rakyat Indonesia, terutama dalam melakukan “pembelaan” terhadap teks yang “dikritik” oleh para ulama yang visioner.
Jadi, ada teks ulama Nusantara, seperti karya Syaikh Nawawi dari Banten, dibuat kajian tahqiq (filologi Arab), lalu hasil tahqiq tersebut dibantah oleh para ulama lain yang merasa hasil tahqiqnya itu kurang tepat. Sementara itu, para ulama yang visioner tersebut, dengan tanpa menafikan kritik yang ada, tetap melakukan kajian “tahqiq” lanjutannya dengan kajian kontekstualisasinya.
Bagi saya, kajian teks ulama Nusantara yang dialektis dari para pembacanya itu sangat menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Teks karya Syaikh Nawawi itu hanyalah salah satu contoh, teks ulama Nusantara yang sangat dinamis.
Tulisan ini diakhiri dengan sebuah harapan besar dari kajian teks ulama Nusantara melalui salah satu forum anak-anak muda pesantren yang konsen pada teks ulama Nusantara dengan sebutan grupnya, “Turats Ulama Nusantara”. Bahasan terakhir ini, nampaknya mewakili karakteristik ulama Nusantara kelompok Ulama Penulis/Pemikir. Adapun uraian singkat tentang karakteristik ulama Nusantara dibahas sebagai pembuka makalah ini.