Home » Gagasan » Demi Allah, Ini Ide yang Baik!

Demi Allah, Ini Ide yang Baik!

4.45/5 (31)

IslamLib – Salah satu episode penting yang sempat direkam sejarah Islam untuk kita-kita saat ini adalah kisah perdebatan antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab soal ide pengumpulan Quran. Syahdan, pasca Pertempuran Yamamah antara pemerintahan pusat Abu Bakar di Madinah dan kaum separatis yang dipimpin Musailamah al-Hanafi yang dilabeli sebagai al-Kazzab alias pembohong, ada banyak penghafal Quran yang sempat gugur di medan laga. Dalam kondisi krisis ini, Umar pun beroleh ide agar Quran segera dihimpun dan diverifikasi.

Berbekal gagasan itu, Umar lalu menghadap Khalifah Abu Bakar demi mengutarakan aspirasinya sembari berargumen:

Sengitnya peperangan telah ikut menelan para penghafal Quran pada Pertempuran Yamamah, dan aku kuatir perang ini akan melenyapkan keseluruhan penghafal Quran.

Dengan begitu, akan banyak penggalan-penggalan Quran yang ikut raib. Untuk itu aku berpandangan agar paduka segera menghimpun Quran!“

Kita tahu, Abu Bakar tidak segera mengiyakan usulan Umar. Ia bahkan menjawab:

“Bagaimana mungkin kita melakukan apa-apa yang tidak dilakukan dan dimandatkan langsung oleh Rasulullah?“

Demi mendengar respon tersebut, Umar lantas menimpali: “Sudah, lakukan saja! Demi Allah, ini ide yang baik!“ Dalam redaksi Arab, ia berkata: if’al fahuwa walLahi khair!

Para narator perbincangan ini, seperti Ibn al-Khatib, dalam kitab al-Furqan fi Tadwin al-Qur’an menyatakan bahwa Umar tetap berkeras dengan idenya, sampai Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menyetujui pandangan Umar.

Ada beberapa hal penting yang dapat kita petik dari kisah ini.

Pertama, kalau kita hanya mengandalkan sumber-sumber Sunni dan megabaikan sumber-sumber Syiah tentang pengumpulan, verifikasi, dan penulisan ulang Quran—misalnya soal peran Ali bin Abi Thalib, seorang penghafal dan penulis Quran yang senantiasa setia bersama Nabi—maka kita dapat mengatakan bahwa pengumpulan Quran tak akan terjadi sebegitu dini andai Umar tak segera mengantisipasi keadaan.

Bahkan tatkala Abu Bakar telah bersetuju dengan ide Umar, Zaid bin Tsabit yang ditunjuk sebagai ketua panitia pengumpulan pun sempat ragu dan menyatakan hal yang kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan Abu Bakar. Zaid bahkan sempat berkata:

“Demi Allah, diberi mandat untuk memindahkan gunung pun mungkin jauh lebih mudah bagiku daripada menjalankan misi berat ini!“

Namun pada akhirnya kita tahu, Zaid pun menjalankan tugas berat itu: mengumpulkan Quran yang sedang berserakan di dada para penghafal atau termaktub di kulit binatang, tulang belulang, perkamen, dan bebatuan.

Dia mensyaratkan dua orang saksi untuk semua yang datang dengan hafalan atau tulisan yang diklaim sebagai Quran. Demi kehati-hatian, ayat rajam yang diajukan Umar pun ditolak oleh Zaid karena Umar tidak mendapatkan dua saksi.

Kedua, kehati-hatian Abu Bakar dalam menerima saran Umar dalam kisah di atas juga menandakan bahwa kecenderungan untuk berpegang pada Sunnah atau pakem yang telah digariskan oleh mendiang Nabi juga telah ada pada sosok Sahabat seperti Abu Bakar.

Kisah yang nyaris serupa namun dalam posisi yang terbalik juga terjadi pada keputusan Abu Bakar untuk melancarkan perang melawan kaum separatis (hurub al-riddah) pasca mangkatnya Nabi.

Syahdan, sebelum memerangi kaum seperatis yang enggan membayar zakat, Umar sempat keberatan dengan kebijakan Abu Bakar. Dia beralasan bahwa Nabi tak akan memerangi mereka-mereka yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat.

Namun kala itu, Abu Bakar dengan tegas menjawab:

“Aku akan tetap memerangi mereka yang memisahkan shalat dengan zakat karena zakat adalah kewajiban finansial (haqqul mal) yang wajib ditaati.

Demi Tuhan, andaipun mereka enggan menyerahkan penambat unta yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah, niscaya aku akan tetap memerangi mereka!“

Ini artinya, kecenderungan konservatisme dan reformisme, ketegangan antara kehendak untuk berpegang pada pakem, petunjuk, tradisi, dan keinginan untuk mengambil inisiatif dalam soal-soal agama maupun dunia, sudah ada bahkan sejak era Sahabat Nabi.

Yang menarik dan yang penting untuk kita tekankan di sini adalah fakta bahwa para Sahabat tersebut tidak perlu memakai dalil-dalil Quran ataupun Sunnah—karena memang belum dibukukan secara utuh di masa itu—demi menopang dan menguatkan pendapat atau pendirian mereka. Inilah poin ketiga kita.

Dalam poin ketiga ini, kita menemukan bahwa para Sahabat yang sudah banyak makan asam-garam kehidupan bersama Nabi tersebut justru menggunakan logika masing-masing dalam menentukan keputusan dan kebijakan terbaik yang hendak mereka ambil.

Lihatlah, pada kasus usulan Umar di atas, argumen yang sempat sampai kepada kita cuma pernyataan yang sangat sederhana:

Sudah, lakukan saja, demi Allah ini ide yang baik!“

Namun kita juga sadar, ungkapan sederhana yang meyakinkan itu mungkin hanya dapat diajukan oleh seseorang yang tengah ada dalam posisi berkewenangan. Ada semacam otoritas yang telah terbangun lebih dulu sehingga ide lebih mungkin diterima.

Namun otoritas semacam itu juga dapat terbangun entah dari kepakaran dalam suatu bidang atau karena memang seseorang berada di kekuasaan atau dalam posisi-posisi pengambilan keputusan.

Bagi mereka yang tidak terlibat langsung di sektor kekuasaan dan atau tidak berada di posisi pengambil keputusan, kepakaran dalam berdalil dan keahlian dalam berdebat tentu niscaya agar ide-ide atau wacana mendapat pengaruh langsung atau tak langsung di tengah masyarakat.

Namun bila anda di posisi kekuasaan, terkadang yang diperlukan hanya sensitivitas dan akal sehat dalam menentukan mana yang terbaik, misalnya untuk kehidupan berbangsa dan beragama.

Dengan pembedaan ini, kita ingin menekankan bahwa riuh-rendahnya perdebatan keagamaan di tengah masyarakat biarlah terjadi secara bebas, damai, dan sehat.

Namun bila itu sudah menyangkut kemaslahatan berbangsa dan bernegara, umpamanya dalam menghadapi konflik-konflik yang berpotensi mengoyak-ngoyak warga negara, seorang pemimpin mungkin hanya perlu berkata: “Demi Allah, ini harus stop dan sudah tak dapat diterima!”

Silahkan nilai tulisan ini

Leave a Reply

Your email address will not be published.