IslamLib – “Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini tapi di jalan setapaknya masing-masing semua jalan setapak itu berbeda-beda namun menuju ke arah yang sama mencari satu hal yang sama dengan satu tujuan yang sama yaitu Tuhan”
Kutipan di atas adalah satu narasi pendek dalam film “?”, karya terbaru Hanung Bramantyo. Sebuah narasi yg sarat akan makna kehidupan dan perbedaan yang menyertainya. Narasi pendek yang mengingatkan kita semua tentang pentingnya mengembangkan nilai toleransi dan pluralisme di tengah segala jenis keberagaman, sebagai anugerah dari Sang Pencipta.
Sewaktu masih kanak-kanak, saya sering mendengar sebuah kutipan, entah dari siapa, tentang analogi perbedaan. Bahwa perbedaan itu seperti musik. Ibarat musik, ia harus dimainkan dengan nada yg berbeda-beda dan dengan alat musik yang berbeda, agar membuatnya indah didengar. Sebuah bunyi yang bernada sama dan disuarakan secara terus menerus tentu tidak akan nikmat didengar dan justru akan mendatangkan kejenuhan.
Ironisnya, analogi tersebut seolah berbalik 180 derajat dari kenyataan yang kita lihat sekarang. Dimana-mana kita bisa melihat berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan intimidasi yang dilakukan pihak-pihak tertentu terhadap kelompok yang dianggap tidak berada di “jalan setapak” yang sama dengannya.
Dan yang lebih menyakitkan, itu semua terjadi di sebuah negara yang memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Disebuah negara yang menyatakan dengan jelas bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama, tanpa memandang agama, suku, ras, gender, orientasi seksual, golongan dan identitas-identitas lainnya.
Perbedaan seolah menjadi sesuatu yang menakutkan. Perbedaan justru melahirkan kebencian dan permusuhan. Ia seolah menjadi “biang keladi” dari segala bentuk tindakan anarkis. Perbedaan tidak lagi seperti musik, yang memberikan kenyamanan dan kesejukan. Perbedaan yang seharusnya mendorong kita untuk saling mengerti satu sama lain, justru menjadi alat untuk mengintimidasi kelompok-kelompok yang berbeda. Perbedaan tak lagi dipandang sebagai anugerah, namun justru musibah.
Kita patut bertanya, masih pentingkah kita berbeda? Masih pentingkah kita mengerti satu sama lain? Masih pentingkah kita menghormati pandangan yang tak sama? Masih pentingkah kita menciptakan kerukunan di tengah keragaman? Masih pentingkah perbedaan itu? Masihkah?
Jika masih, bagaimanakah cara untuk memulihkan “nama baik” perbedaan yang sudah sangat dikotori oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab? Apakah dengan menghancurkan rumah orang lain? Atau dengan memvonis sesat aliran yang berbeda? Atau dengan menutup rumah ibadah agama lain?
Atau dengan merusak properti yang bukan milik kita? Atau dengan membunuh manusia yang dianggap “melecehkan” Tuhan? Apakah kita mau jika diperlakukan seperti itu? Apakah itu caranya menghargai keberagaman? Dan yang terpenting, apakah perbuatan tersebut bisa membuat kita diberikan medali emas oleh Tuhan di kehidupan yang akan datang?
Senyatanya, sangat banyak kalangan yang berpendapat demikian. Mereka berpandangan, dengan melakukan perbuatan nista tersebut, mereka akan mendapatkan “tiket gratis” ke surga. Seolah mereka bisa membuat Tuhan “tersenyum” dengan melecehkan keyakinan yang berbeda. Mereka bisa membuat malaikat “tertawa” dengan melukai orang lain.
Lalu dengan cara-cara licik, mereka memaksakan pandangan-pandangan yang dangkal tersebut kepada masyarakat. Mereka mengklaim bahwa setiap manusia yang tidak memiliki pandangan yang sama, yang tidak berada di “jalan setapak” yang sama, mereka anggap lebih buruk daripada hewan yang paling hina.
Mereka merasa merekalah yang paling berhak berdomisili di surga, sementara kelompok lain menjadi bahan bakar api neraka. Mereka begitu yakinnya seolah Tuhan sudah memberikan legitimasi yang nyata akan superioritas diri mereka dibanding manusia lainnya.
Oleh karena itu, semangat untuk menjadikan perbedaan seperti “musik” harus terus dikobarkan. Saya yakin, masih sangat banyak sahabat-sahabat yang ingin memulihkan “nama baik” perbedaan dan keberagaman. Yang ingin terus memperjuangkan semangat persatuan dan persamaan umat manusia terlepas dari embel-embel yang menyertainya. Yang membela kelompok yang tertindas, dan melawan para penindas.
Perbedaan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Sesuatu yang nyata, dan harus dijunjung tinggi serta dihargai dan dihormati. Terlebih lagi, perbedaan dan keragaman sudah menjadi bagian dan jati diri bangsa dan negara kita yang berasaskan Pancasila dan bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semua jalan setapak itu berbeda-beda. Namun menuju ke arah dan tujuan yang sama.
Haikal Kurniawan adalah pelajar sebuah SMA di Jakarta.