IslamLib – Nama Sumiati menghiasi berbagai media massa di Indonesia bukan karena sebuah prestasi, tapi karena keprihatinan yang sangat mendalam akan dirinya. Ia menjadi korban kebiadaban majikan di Arab Saudi, salah satu negara yang dijadikan tujuan mencari nafkah oleh banyak buruh migran Indonesia.
Reaksi bermunculan dari berbagai kalangan. Presiden Susilo Bambang Yudoyono pun mengecam kebiadan itu dan menginstruksikan pejabat terkait untuk menyelesaikan kasus tersebut secara tuntas.
Selain Sumiati, ada tenaga kerja wanita (TKW) yang bernama Kikim Komalasari yang meninggal dunia akibat digorok oleh majikannya. Jenazah Kikim ditemukan di sebuah tong sampah di wilayah Abha, dekat Jeddah.
Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang heran dan bertanya-tanya, mengapa kebiadaban seperti itu bisa terjadi di sebuah negara yang berasaskan Islam? Bukankah Islam sangat menghormati perempuan dan orang-orang lemah?
Paling tidak ada dua hal yang dapat menjelaskan latar belakang terjadinya kebiadaban tersebut di Arab Saudi, atau secara umum di negara-negara Timur Tengah. Dua hal tersebut adalah “perempuan” dan “status sebagai buruh kasar (pembantu rumah tangga)”.
Secara umum kaum perempuan di negara-negara Timur Tengah masih mengalami diskiriminasi yang cukup berat. Mereka belum mendapatkan hak-hak hidup sebagaimana kaum laki-laki. Seorang kolomnis dari Yordania, Jihad Alawanah, bahkan menyatakan bahwa nasib perempuan di negara-negara Timur Tengah bagaikan para pengungsi. Mereka selalu mengharapkan mendapatkan suaka politik dari kaum laki-laki. Setelah dari ayah, suaka politik itu mereka dapatkan dari suami.
Hidup mereka sangat bergantung pada kaum laki-laki. Mereka belum bisa mendapatkan hak-hak untuk mengambil keputusan secara mandiri dalam sebagian besar hidupnya. Hani Naqsyabandi menceritakan penderitaan perempuan di Arab Saudi dalam novelnya yang berjudul al-Ikhtilas.
Novel ini telah diterjemahkan dan diterbitikan dalam bahasa Indonesia dengan judul Perempuan Terpasung. Dalam novel tersebut, Hani menuangkan kisah derita para perempuan (istri) di Arab Saudi.
Ketika belum menikah, nasib seorang perempuan dikuasai oleh ayah dan saudara laki-lakinya. Apapun yang ia inginkan harus mendapatkan izin dari para laki-laki yang ada dalam rumahnya. Sampai soal pernikahan pun mereka tidak bisa menentukan calon suaminya sendiri. Calon suami harus dipilihkan oleh ayahnya.
Setelah menikah, nasib perempuan sepenuhnya berada di tangan sang suami. Ironisnya, para suami sering kali menganggap istri-istri mereka hanya seonggok daging yang hanya dipedulikan jika ada kebutuhan.
Sebagai negara yang berasaskan Islam, atau secara geografis lebih dekat dengan pusat Islam, seharusnya masyarakat di Timur Tengah mampu melihat betapa perempuan sangat dihargai dalam Islam. Ada tokoh besar perempuan yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan kerasulan Nabi Muhammad.
Dialah Ibunda Khadijah yang salah satu peran pentingnya memastikan bahwa apa yang diterima oleh Nabi Muhammad adalah wahyu, bukan bisikan setan. Khadijah memastikan itu setelah berkonsultasi dengan sepupunya yang bernama Waraqah bin Nauval. Mengapa mereka jadi lupa peran besar Khadijah yang perempuan?