Home » Politik » Demokrasi » Radikalisme Berkedok Demokrasi

Radikalisme Berkedok Demokrasi

5/5 (2)

Di tengah sengitnya gempuran tentara koalisi yang dimotori pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Irak, pemerintahan George W Bush bersikukuh untuk membentuk suatu pemerintahan boneka AS di sana.

Rekayasa politik AS ini benar-benar telah menelanjangi tujuan yang berada di balik agresi; sebuah ambisi untuk meluaskan dan mengukuhkan hegemoni AS ke seluruh dunia sehingga nantinya seluruh dunia akan dijadikan “budak-budak” setia sang negara adi kuasa.

Tindakan pemerintah AS itu merupakan overreach imperialism secara nyata. AS dengan sesuka hati menyerang dan menjatuhkan pemerintahan negara lain dengan dalih yang sangat artifisial. Meminjam ungkapan Robert M Bowman (pensiunan letnan kolonel yang menangani program Star Wars di masa pemerintahan Ford dan Carter) dalam the Daily News, pemerintah AS sebenarnya mendukung kediktatoran, perbudakan, dan eksploitasi manusia di atas dunia.

Di berbagai negara, pemerintah AS telah menjatuhkan pemimpin pilihan rakyat, dan menggantikannya dengan diktator militer boneka AS yang dapat menjual rakyat (dan kekayaannya, pen.) kepada korporasi-korporasi multinasional Amerika.

Senyatanya, pemerintah AS dengan tindakannya itu bertentangan secara diametral dengan cita-cita dan nilai-nilai demokrasi Amerika sendiri. Demokrasi substansial yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa, dan deklarasi kemerdekaan Amerika telah dibiaskan ke dalam kepentingan pemerintah AS yang sangat sempit, temporal, dan dehumanistik.

Nilai-nilai demokrasi

Deklarasi Kemerdekaan AS menunjukkan dengan jelas tentang signifikansi pengembangan kesetaraan dan kebebasaan di antara umat manusia. Deklarasi yang disusun di antaranya oleh Thomas Jefferson itu menyebutkan, semua manusia diciptakan sederajat, dan mereka telah dikaruniai oleh sang Pencipta hak-hak tertentu yang tidak dapat dipisahkan dari mereka, seperti hak untuk hidup, kebebasan, dan usaha untuk mencapai kebahagiaan.

Deklarasi ini secara eksplisit mengharuskan siapa saja, termasuk Amerika, untuk menghormati nilai-nilai kemanusiaan intrinsik yang dimiliki setiap manusia dan bangsa, serta menjadikan nilai-nilai itu sebagai dasar dalam melakukan kerjasama, dan bukan mengembangkan permusuhan sehingga kehidupan yang manusiawi dan bermoral dapat diraih oleh bangsa mana pun di dunia ini.

Nilai-nilai itu merupakan dasar dari true democracy yang sejak awal menjadi komitmen yang diperjuangkan dengan penuh kesungguhan oleh para tokoh dan bangsa Amerika di saat kelahiran dan perkembangan negara tersebut.

Abraham Lincoln, misalnya, menyebutkan bahwa demokrasi –sebagaimana dikutip Elshtain dalam Democracy on Trial (1995:96, 97) –adalah “of people, by the people, and for the people”. Kebersamaan merupakan inti dari demokrasi. Setiap orang, dan setiap bangsa memiliki hak yang sama untuk mencapai kemanusiaannya yang paling hakiki sebagai mahluk bebas dan sederajat yang tidak dapat dikuasai dan dirampas oleh siapa pun.

Karena itu, kata Lincoln “sebagaimana saya (baca, kita) tidak mau dijadikan budak, maka saya (kita) juga tidak boleh menjadi tuan”. Dengan demikian, tidak ada seorang atau bangsa pun di dunia yang boleh memperbudak, dan merendahkan bangsa lain, atau menjadikannya sebagai target atau obyek yang harus tunduk kepada keinginan dan ambisi diri sendiri.

Di tangan figur semacam Lincoln itu, demokrasi Amerika dikembangkan berdasarkan keluhuran nilai-nilai kehidupan yang bersifat perennial, baik yang bersumber dari moralitas humanitarianistik maupun nilai agama-agama substansial.

Dengan demikian, nilai-nilai kemanusiaan universal beramalgamasi secara kokoh dengan nilai-nilai keagamaan transformatif sehingga semboyan Amerika “In God We Trust” menemukan titik labuhnya dalam konsep demokrasi Amerika. Dalam konteks itu, demokrasi dikembangkan sebagai upaya untuk menciptakan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.

Demokrasi harus bersifat mencerahkan sehingga dapat membebaskan umat manusia dan segala bangsa dari segala bentuk penindasan, dan segala macam belenggu yang dapat mereduksi nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam konteks itu, kederajatan, dan keadilan dan nilai-nilai yang sejenis menjadi kondisi mutlak yang harus diperjuangkan dalam kehidupan, serta sebaliknya despotisme, perbudakan, dan imperialisme dalam segala bentuknya harus dipinggirkan dari dunia.

Neo-Chauvanisme

Namun true democracy itu tampaknya saat ini hanya menjadi bagian dari sejarah masa lalu bangsa Amerika. Pertarungan liberal religion dan nilai-nilai demokrasi di satu pihak, dengan humanisme sekular serta fundamentalisme agama di pihak lain telah memunculkan nuansa demokrasi Amerika yang jauh berbeda dari demokrasi transformatif the founding fathers.

Demokrasi Amerika memetamorfosis menjadi semacam neo-chauvanisme yang cukup mengkhawatirkan negara lain. Ia menampakkan diri dalam bentuk lebih dari seekor singa yang baru melahirkan yang sangat protektif kepada anaknya sendiri, tapi di saat yang sama siap menyerang dan memangsa makhluk-makhluk lain di sekitarnya.

Bahkan ketika kebutuhan sudah dianggap tidak mencukupi lagi, ia dengan segala keangkuhannya mulai berkeliaran ke seantero dunia sekadar untuk mencari mangsa yang akan ditelannya.

Pemerintah AS di bawah kendali Bush merepsentasikan makhluk kelaparan yang hanya mementingkan diri sendiri. Sepak terjang pemerintah AS tersebut merupakan representasi paling konkret dari paradigma “totalitas” yang absolut.

Dalam pola pandang ini, pihak lain –sebagaimana diungkap Huijbers dalam “Sesama Manusia” (1978: 40) –ditundukkan ke dalam keinginan yang harus sesuai dengan apa yang dipikirkan dan diinginkan diri dan kelompok sendiri.

“Aku” (diri dan kelompok sendiri) menjadi sumber segalanya. Karena itu, diri dan kelompok sendiri berupaya dengan segala cara untuk merebut dan menguasai segala apa yang ada di pihak lain demi kepentingan diri sendiri.

Pola pandang semacam itu telah mengantarkan AS kepada tindakan yang sering menafikan kepentingan pihak lain atau kepentingan bersama umat manusia. Kekerasan, pembunuhan, atau memerangi pihak lain menjadi pilihan yang dapat diambil dengan mudah asalkan tujuan dan keinginan diri atau kelompok sendiri bisa tercapai.

Dengan demikian, pemerintah AS akan selalu melakukan ancaman serangan sepihak ke negara lain. Saat ini Irak menjadi sasarannya sehingga negara itu menjadi berantakan. Besok negara “adi kuasa” itu mungkin akan meletakkan negara lain sebagai target berikutnya, dan tidak mustahil pula “polisi dunia” itu akan bersikukuh untuk menghancurkan negara-negara lain hanya dengan dalih sebagai ancaman bagi negara AS.

Pudarnya Nilai Kemanusiaan

Alhasil, serangan sepihak AS ke Irak merupakan bentuk konkret dari memudarnya nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas keagamaan universal yang menohok secara keras nilai-nilai demokrasi dan agama liberal yang transformatif.

Manusia perancang atau yang terlibat dalamnya akan mengalami reduksi menjadi mesin-mesin perang yang hanya memikirkan kemenangan diri sendiri dan sekaligus berupaya kuat untuk menghancurkan pihak musuh.

Mereka adalah kaum “fundamentalis” atau “radikal” dalam bentuk sejati yang hanya mengedepankan klaim kebenaran sepihak, di mana baik dan jahat, atau benar dan salah didasarkan pada ukuran-ukuran subyektif yang bersumber dari keangkuhan narsistik serta bermuara kepada kepentingan sendiri.

Satu hal yang tidak kalah mengerikan, serangan sepihak terhadap negara lain seperti yang dilakukan AS atas Irak saat ini merupakan tindakan yang hanya mengundang tumbuhnya dendam serta kebencian berkelanjutan.

Sejatinya, hal itu merupakan “pendidikan” paling baik bagi pengembangan kekerasan dalam bentuk lain, seperti terorisme dan fundamentalisme agama. Sadar atau tidak sadar, AS dengan kebijakannya itu telah ikut berperan aktif dalam menumbuh-kembangkan gerakan-gerakan radikal dan anarkis tersebut.

Akhirnya, ketika perang dan kekerasan telah menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah, maka dunia akan menjadi ajang balas dendam atau pertarungan hidup-mati yang tidak berkesudahan. Di saat itu kehidupan hanya tinggal menunggu saat-saat kehancuran dalam arti yang sebenarnya.

Silahkan nilai tulisan ini

Leave a Reply

Your email address will not be published.