Home » Politik » Internasional » NATO Serbu Libya Bukan Karena Anti-Islam
Dr. Ali Munhanif

NATO Serbu Libya Bukan Karena Anti-Islam Liputan KBR68H

5/5 (1)

IslamLib – Krisis Libya tak tampak akan selesai dalam waktu dekat. Justru konflik politik domestik meluas menjadi sorotan internasional. Apalagi setelah serbuan Nato di bawa komando AS, yang mengatasnamakan intervensi HAM. Libya sedang berperang.

Muammar Qaddafi menyerukan peperangan melawan AS dan sekutunya, serta terhadap kaum pemberontak. Bagaimana masyarakat dunia dan komunitas Islam dapat berperan mencari jalan keluar damai bagi Libya? Program Khusus Agama dan Toleransi mengundang pengamat dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta, Ali Munhanif.

Sebuah artikel di New York Times menggambarkan, apa yang terjadi di Libya berbeda dibanding gejolak politik di negara lainnya di Tumur Tengah. Sikap keras Qaddafi terhadap warganya membuat Libya memang harus ‘diserbu’ untuk selamatkan warga sipil. Ini yang menjadi alasan utama AS dan sekutunya melancarkan serbuan yang mereka sebut intervensi kemanusiaan.

Namun pengamat politik Timur Tengah dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat PPIM, Ali Munhanif mengatakan, “Kalau semua persoalan domestik diselesaikan dengan cara-cara militer, maka dunia akan anarkis. Harus ada penyelesaian politik oleh para elit”. Sayangnya, lanjut Ali, di Libya, elitnya tidak memanfaatkan proses demokratisasi yang muncul untuk mendorong resolusi konflik dengan damai, sehingga menghindari intervensi asing.

Sementara apa yang dilakukan NATO dianggap wajar karena adanya norma baru pasca Perang Dingin, yaitu ada semacam kewajiban suatu negara melindungi warganya dalam konteks HAM. Kalau suatu negara tidak bisa melakukan itu, maka negara lain akan melakukan intervensi HAM. Ini alasan yang dipakai NATO. Menjamin keselamatan warga sipil.

Ali Munhanif menambahkan, intervensi HAM yang dilakukan NATO tidak semata hanya untuk tujuan menjamin keselamatan warga sipil. Dalam berbagai kesempatan, para pemimpin negara-negara anggota NATO, termasuk AS, menyatakan bahwa Qaddafi harus turun. “Secara implisit, ada tujuan untuk menjatuhkan Qaddafi”, lanjut Ali.

Tumbangkan Diktator

“Tugas menumbangkan kediktatoran harus dibarengi dengan membangun civil society”, kata Ali Munhanif. Namun, Timur Tengah memang unik dalam hal demokratisasi. Tidak bisa disamakan dengan konteks Amerika Latin dan Eropa Timur (pasca-komunisme), bahkan dengan Asia Tenggara. Timteng unik karena ini warisan lama dari proses terbentuknya negara itu.

Sejarah pembentukan negara di Timur Tengah sangat cepat, di mana pembentukan konstitusi dan debat ideologi tidak berjalan baik. Sehingga negara yang terbentuk adalah negara yang masih kental budaya kesukuan atau tribalisme.

“Ada negara modern tumbuh seperti Mesir. Tapi cepat disapu oleh militerisme. Kalaupun ada demokratisasi, struktur masyarakat tradisional masih kental”, kata Ali.

Ali mengkhawatirkan, Libya akan muncul seperti Irak pasca invasi AS. Kini di Irak yang muncul adalah elit-elit kesukuan yang saling berebut kuasa. Civil society tidak terbentuk rapi, bahkan sulit terbentuk. “Nah, masyarakat internasional harus memastikan suku-suku ini melebur dalam komunitas internasional. Kenalkan konstitusi modern”, lanjut Ali.

Peran Indonesia dan Komunitas Islam.

Ali Munhanif menyayangkan sikap dunia internasional seperti Organisasi Negara-negara Islam OKI dan Liga Arab yang memberi angin pada intervensi NATO. “Sekarang mereka menyesali dan berbalik mengkritik serbuan itu”, kata Ali.

Ali mengingatkan, jangan sampai komunitas Islam juga ikut mencaci intervensi NATO sebagai tuduhan perang melawan Islam. Di Libya sendiri muncul sentimen anti-Barat tapi bukan atas nama Islam, melainkan dari pro-Qaddafi saja. “Harus ada kesadaran, politik adalah politik. NATO serbu Libya bukan karena anti Islam, bukan karena gempur Islam, tapi ini karena soal minyak”, lanjut Ali.

Yang terpenting, kata Ali, dunia internasional saat ini harus mempelopori penghentian serangan NATO dan memastikan elit-elit politik Libya berunding. Dari mana elit itu muncul?

“Nah organisasi Islam, katakanlah seperti NU dan Muhammadiyah di Indonesia, bisa mendorong pemerintah RI untuk inisiatif membangun itu”, kata Ali. Apalagi Indonesia sebagai Ketua ASEAN pasti bisa memainkan peran lebih banyak untuk membangun proses perundingan Libya.

Silahkan nilai tulisan ini

Leave a Reply

Your email address will not be published.