Oleh sebab itu, karya-karya utama Qardhawi dalam bidang harakah dan shahwah Islamiyah, selalu diarahkan kepada upaya memperkokoh gerakan tersebut. Di antara karya-karyanya yang diarahkan kepada tujuan tersebut adalah al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Juhûd wa al-Tatharruf, al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Ikhtilâf al- Masyrû’ wa al-Tafarruq al-Madzmûm, al-Shahwah al-Islâmiyyah wa Humûm al-Wathan serta Aulawiyyât al-Harakah al-Islâmiyah fi al-Marhalah al-Qadîmah.
Pada empat karya tersebut, Qardhawi berusaha keras membuat batasan-batasan etis yang harus dipegang dalam menjalankan tanggung jawab harakah, serta mengobati penyakit yang biasanya menghingapi para aktivis harakah.
Menurut Qardhawi, hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang aktivis harakah Islamiyahadalah bagaimana mewujudkan sikap moderat(wasathiyah) dan menghindari sikap ekstrem (tatharruf), menghindari sikap yang terlalu mudah mengkafirkan seseorang (takfîr)[28] serta sudah saatnya agar harakah Islamiyah membuka diri untuk berdialog dengan arus yang selama ini berseberangan dengan mereka, baik kalangan sekuler, orientalis, mereka yang berbeda agama, bahkan dialog dengan mereka yang ateis, sehingga harakah Islamiyah tidak lagi diasumsikan sebagai gerakan yang ekslusif (inghilâq).[29]
Satu hal yang tidak kalah penting bagi para aktivis harakah Islamiyah adalah agar mau merangkul semua kelompok yang sama-sama memiliki dedikasi untuk Islam, sehingga dalam menghadapi berbagai kekuatan dan pemikiran yang akan merusak jati diri Islam, mereka dapat bersatu padu dalam sebuah barisan yang kokoh dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki bersama.[30]
Pro-Kontra
Adalah merupakan salah satu sunnah Allah bahwa kehidupan manusia tidak akan ada yang mencapai kesempurnaan. Tidak ada seseorang yang ide-idenya akan selau mulus diterima tanpa reserve oleh berbagai kelompok.
Begitu pula dengan usaha-usaha yang dilakuakan oleh Qardhawi, karena selain para pengagum yang selalu terperangah dengan ide-ide briliannya, ada juga kelompok lain yang harus ‘berfikir dua kali’ untuk menerima ide-idenya, bahkan ada pula yang mencurigai seluruh usahanya.
Pada dasarnya kritikan yang disampaikan oleh siapa dan kepada siapa pun, akan sangat konstruktif jika dilakukan dengan cara-cara yang cerdas dan beradab, sehingga generasi yang akan datang, dapat belajar banyak dari mereka. Akan tetapi, semua itu akan menjadi preseden buruk bagi masa depan umat, jika dilakukan secara emosional dan penuh kecurigaan.
Pada konteks inilah kita akan memahami pihak-pihak yang berseberangan dengan Qardhawi. Di antara para ulama yang mengkritik Qardhawi dengan ilmu dan menghargai seluruh usahanya adalah Syaikh Nashiruddin al-Albani (peneliti hadits terbesar abad 20), Syaikh Abdullah bin Beh dan Syaikh Rasyid al-Ghanusi.
Untuk mengkritik Qardhawi, Syaikh al-Albani, menulis sebuah buku yang berjudul Ghâyah al-Marâm fî Takhrîj Hadîts al-Halâl wa al-Harâm. Pada buku ini beliau berusaha meneliti (takhrîj) kesahihan hadis-hais yang digunakan Qardhawi dalam bukunya yang berjudul al-Halâl wa al-Harâm fî al-Islâm. Selain itu, menurut Isham Talimah, kelompok yang keras mengkritik pemikiran Qardhawi adalah mereka yang menamakan diri sebagai kaum Salafî.
Ia telah menemukan ada oknum mereka yang menulis sebuah buku yang berjudul al-Qardhâwi fî al-Mîzân. Buku ini beredar luas di Sudi Arabia. Isham Talimah mengatakan, bahwa ia pernah bertanya mengenai persoalan ini kepada salah seorang pejabat Konsul Saudi Arabia di Qathar.[31]
Ternyata ia menjawab bahwa buku tersebut ditulis oleh seseorang yang tidak dikenal, karena ulama-ulama Saudi sangat respek terhadap pemikiran Qardhawi. Buku ini telah dijawab dengan ilmiah dan penuh tangung jawab oleh salah seorang mantan hakim Syari’ah Qathar, Syaikh Walid Hadi.[32]
Penutup
Demikianlah pembacaan kami terhadap usaha dan karya ulama yang karya tulisnya telah mencapai ratusan ini. Apapun yang kami tangkap dan tuangkan pada tulisan sederhana ini adalah merupakan sebuah pandangan sederhana dari seseorang yang ingin berpihak kepada kebenaran dan ingin menjauhi sikap berat sebelah. Apapun hasilnya, Allah maha tahu terhadap mereka yang tulus membela agama-Nya dan Dia maha tahu pahala apa yang layak diberikan-Nya.
Kairo, 22 Juni 2002 M, 11 Rabi’utsani 1423 H
Catatan Kaki
[1] Muhammad Imarah. al-Madrasah al-Fikriyah: Madrasah al-Ihyâ wa al-Tajdîd. Dalam al-Muslim al-Mu’âshir, edisi ke-100, tahu ke-25 (Muharram-Rabi’ul Awwal 1422 H). Halaman. 9. [2] Thariq al-Busyra. Syakhshiyat wa Qadhaya Mu’asharah. (Al-Hilal: Kairo). 2002. Halaman:78 dan 80. [3] Pada tahun ini, pada bulan yang sama di Mesir telah meningal tiga orang ulama bear yang menjadi symbol kebesaran umat Islam Msir, yaitu: Ustadz Khalid Muhammad Khalid, kemudian Syaikh Muhammad al-Ghazali, kemudian Syaikh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq (mantan Syaikh al-Azhar), kemudian Dr. Ishmat Saif al-Daulah. Lihat Ibid. halaman: 111. [4] Lihat kisah ini pada tabloid mingguan Afaq Arabiyah. Kairo: 2002. [5] Yusuf Qardhawi. al-Shahwah al-Islâmiyyah baina al-Juhûd wa al-Tatharruf. Bank al-Taqwa. (tanpa kota). 1402 H. Halaman: cover belakang. [6] Lihat Op.Cit. [7] Muhamad Nur Farhat. al-Bahtsu ‘an al-‘Aql: Hiwâr ma’a fikr al-Hâkimiyah wa al-Naql. Dar al-Hilâl: Kairo.1997. Halaman: 269. [8] Lihat: Op. Cit. [9] Lihat: Ibid. [10] Isham Talimah. Al-Qardhawi Faqîhan. Dâr al-Tauzî Wa al-Nsyr al-Islâmiyah: Kairo. 2000. Halaman: 99. [11] Lihat makalah Qardhawi pada jurnal al-Muslim al-Mu’ashir yang berjudul: al-Fiqh al-Islami bain al- Ashalah wa al-Tajdid. Edisi 3 (rajab 1395/Juli 1975. hal. 55 [12] Loc. Cit. Isham Talimah. hal. 99 [13] Lihat: Ibid. [14] Lihat karya Qardhawi yang berjudul: Min Fiqh al-Daulah fî al-Islâm: Makânatuhâ, Ma’âlimuhâ, Thabî’atuhâ, Mauqifuhâ Min al-Dîmuqrâthiyah, wa al-Ta’addudiyyah wa al-Mar’ah wa Ghair al-Muslimîn. Dâr al-Syurûq: Kairo. 2001. [15] Yusuf Qardhawi. Aulawiyat al-Harakah al-Islamiyah fi al-Marhalah al-Qadimah. Mu’assasah Risalah: Beirut. 1997. Halaman: 26. [16] Yusuf Qardhawi. Al-Siyasah al-Syar’iyyah fi dhau’I nushuh al-Syari’ah wa maqashidiha. Maktabah Wahbah, Kairo. 1998. Halaman 228. Mu’assasah Risalah: Beirut. 1997. Halaman. 300. [17] Ibid. Halaman: 30. [18] Ibid. Halaman: 231. [19] Ibid. Halaman: 232. atau lebih tepat jika dilihat langsung pada ‘Ilâm al-Muwâqi’în karya Ibn Qayyim al-Jauziyah volume 3 halaman 14-15. [20] Yusuf Qardhawi. Min ajli Shahwah Rasyîdah. Dâr al-Syurûq: Kairo. 2001. Halaman: 49. atau ashâlah wa tajdîd fi al-Fiqh.